Rabu, 13 Mei 2009

Stasiun, pikiran orang-orang dan aku.

Pagi, di stasiun yang diam.
Hanya bunyi sepatu yang beradu,
Bertalu lalu hening.
Aku dan banyak orang.
Dengan kantuk bergelantungan menggoda.

Entah apa yang dipikirkan bapak yang diseberang sana.
Yang dengan gaya bercakap di handphone,
Seperti dia merasa hebat bercakap seperti itu,
Berasa bos dari kawanan terpinggir,
Diperbudak teknologikah dia?
Atau sebenarnya dibenaknya was-was?
Karena pulsa yang terus berlari hilang?

Lalu mas-mas cleaning service yang menikmati menyapu lantai.
Ooh. Mungkin malah dia mengumpat.
‘mengapa hari selalu seperti ini? ‘
Dengan perut anak-anaknya yang membusung lapar
Minta selalu ditimbun makan?
Padahal harinya berkutat dengan sapu dan pel.
Pikirannya bingung.

Bagaimana ibu-ibu yang ada disebelahku?
Yang parfumenya menyengat hidung,
Dolce Gabanna dia bilang.
Yang mahal atau yang oplos ini?
Hah. Mana kutahu.
Sepertinya tak ada beban hidup.
Mungkin yang dia pikirkan tentang tas Louis Vuitton,
Yang dia lihat kemarin,
Sampai mampir pula di mimpinya.
Harus mengurangi uang belanja,
Tidak sayang perut lebih lapar,
Ah sudahlah. Siapa aku.

Sedangkan aku?
Akupun juga tidak tahu.
Hanya mengumpat, kapan kereta datang.
Sudah tidak sabar.
Sudah tidak tahan memikirkan kehidupan yang menungguku.
Tugas-tugas yang mengganggu.
Belum membayar laundry…
Aduh. Makan apa aku nanti siang?!
Ya ampun, uang kost kemarin aku pakai beli baju,
Bagaimana kalau nanti si ibu kost menagih?
Sial!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar