Sabtu, 26 Juni 2010

kamu, temanku?

aku tidak mengerti kamu,
seperti kamu juga tidak mengerti aku.
kamu seperti 2 pribadi dalam 1 tubuh.
membingungkanku.

aku tidak mengenalmu.
aku hanya mengenal 1 pribadimu.
tidak mengenal pribadi yang 1 lagi.
lalu masih bisakah aku disebut mengenalmu?
*karena aku tidak tahu,
yang mana sebenarnya pribadimu.

haha. kawan...
kamu aneh. kita aneh.
harus seperti apa kita berteman?
entah, terserah sajalah.

aku sudah menyerah.

Sabtu, 19 Juni 2010

teman: janji, maaf, dan cinta.

hidup seperti ini banyak dicintai dan mencintai,
banyak tersakiti dan lebih banyak menyakiti...

apalagi yang bisa dikerjakan jika sudah terlalu menyakiti? kata "maaf" tidak masuk didalam daftar saya. "maaf" sudah kehilangan esensinya. "maaf" ini sekarang hanya sekedar kata, bukan lagi suatu "pertobatan".

[sudah terlalu lama. sangat lama.
semenjak saat itu.]

anda teman saya, seharusnya saya tidak menyakiti anda seperti ini.
kita hanya terbelenggu, kita tersesat. ini labirin kata-kata...
kita saling berkata-kata, tanpa tahu bagaimana menyudahi.
tidak tahu, dimana harus menempatkan titik.

dan lagi kemudian kita tersedot lubang. yaya, sebut saja lubang hitam.
biar terdengar keren, seperti yang selalu anda ingin.

lubang hitam ini adalah lubang perasaan.
banyak perasaan cinta disana. hah.
lucu memang...
sejoli sahabat bermain kata-kata mengenai cinta.

kita bermain.
lalu terlibat.
akhirnya menyakiti. ada yang tersakiti.
atau kadang kita sama-sama disakiti...
tapi kebanyakan anda yang tersakiti,
dan saya tersangka...
hah, rumit. ini rumit, kawan.

siapa salah? kita salah.
siapa yang harus minta maaf? entah.
maaf tak berlaku bagi kita lagi nampaknya.
janji lah yang masih ampuh untuk kita.
anda yang lebih berani berjanji,
dan saya tidak.

saya cemen. oke, memang benar.
tapi saya mulai saat itu tidak suka lagi dengan janji.
entah kenapa.

janji dan maaf
2 kata yang tabu untuk saya, kawan.
yasudahlah, maaf
oops.
maksud saya : sesal.


untuk seorang teman.
cinta.

Rabu, 16 Juni 2010

mereka menyayangimu...


Untuk kamu, saudariku.
                Pertentangan tengah malam itu, antara kamu versus mama dan papa… dihadapanku. Aku mendengar semuanya, dan aku menangkap semua maksudmu, dan maksud mereka. Tentang keenggananmu untuk mengikuti ujian masuk, keenggananmu tentang pilihan masa depanmu…

Aku sangat tahu, bagaimana perasaanmu. Karena dulu aku juga pernah berada tepat di posisimu. Berada tepat di titik kebimbangan, dam merasa papa-mama hanya menambah kebingunganku tanpa memberikan kejelasan jalan mana yang seharusnya aku pilih. Mama-papa menyuruhku ikut ujian masuk ini dan itu, padahal waktu itu aku sudah mendapat tempat di salah satu universitas swasta, dengan fakultas yang menjadi cita-citaku daridulu. Tapi toh akhirnya mereka menyuruhku ikut SNMPTN, tepat seperti apa yang kamu alami sekarang…. Oke, semalam kamu bilang kondisimu tidak seperti aku, tapi percayalah, aku sangat tahu apa yang kamu rasakan.

                Memang bedanya, waktu itu aku tidak harus bertentang seperti kalian semalam. Karena aku tidak suka seperti itu, walaupun –sekali lagi- aku juga tidak nyaman dengan apa yang diminta mama-papa waktu itu. Dan ya, semuanya hasilnya seperti ini. Walaupun aku tidak masuk di fakultas impianku itu, tapi aku tdak menyesal. SAMA SEKALI TIDAK MENYESAL. Karena aku selalu mengingat-ingat apa yang mama bilang dulu ke aku –dan semalam mama bilang hal yang sama juga ke kamu-, bahwa semua keputusan itu ada di tangan kita, tapi Tuhan akan selalu member hal dan menunjukkan rencana terbaikNya.

                Semalam kamu bilang, “ papa gampang ngomong kaya gitu, tapi papa nggak ngerti perasaanku!” –waktu itu ada mama juga disitu- dan papa diam sementara, aku tahu papa bingung harus menjawab apa, aku tahu ada kekecewaan di jeda yang dia buat…..
Tapi toh seperti yang mama bilang, mama dan papa memikirkan semuanya yang terbak untuk kamu. Sekarang mungkn kamu masih bias memikirkan egomu, mungkin kamu masih berfikir semua ini hanya arogansi papa-mama kepada kamu…. Tapi percayalah, 2 – 3 tahun ke depan, kamu tahu semua perasaan itu tidak ada gunanya….

                Semalam itu, aku sangat tahu bagaimana papa sangat sabar menghadapi kamu… walaupun –aku juga tahu- ada emosi tertahan di dalam dadanya, ada kata yang ingin dia ucapkan tapi dia tahu mungkin akan memperburk suasana egomu… jujur saja, kadang aku sebal melihat papa sesabar itu menghadapi kebandelan kita… tapi begitulah,dari kesabarannya juga seharusnya kita bias mawas diri menghadapi beliau…

                Jika aku boleh menceritakan sesuatu kepadamu… aku akan katakana ini : papa dan mama tidak akan menjerumuskanmu. Mereka juga tidak bermaksud ‘mempermainkan’ perasaanmu tentang pilihan-pilhan apa yang seharusnya kamu buat… mereka hanya ingin membantumu… toh pilihan akhir tetap ada ditanganmu, mereka akan menghormati apapun pilihanmu walaupun itu tidak sejalan dengan apa yang mereka harapkan. Oke, ini bukan sekedar kalimat bijaksana atau apa… aku mengatakan ini karena AKU SUDAH PERNAH MERASAKAN ITU. Aku pernah juga membuat keputusan yang aku ingini sendiri, walaupun aku tahu mereka tidak menyukai itu, dan mereka menghormati keputusanku.

                Aku senang akhirnya tadi pagi kamu mengikuti ujian itu, dan papa yang mengantarkanmu. Lalu papa menunggumu selama kamu ujian, tepat di depan ruanganmu. Berapa jamkah itu? Aku juga tidak begitu paham… tapi yang jelas, papa menunjukkan dukungannya kepadamu. Dukungan yang tidak pernah dia katakan langsung kepadamu, tapi dia tunjukkan lewat apa yang dia lakukan…
                Karena selama yang aku tahu, papa bukan orang yang betah untuk menunggu dan tidak melakukan apa-apa, apalagi selama beberapa jam. Dia membolos setengah hari kerja, untuk menunggui didepan ruang ujianmu… sekarang sudah sedikit pahamkah kamu bahwa dia serius mendukungmu?

                Percayalah, bahwa dia pun tahu apa yang kamu rasakan… bahwa dia tahu seberapa rasa sebalmu dengan keputusan mereka yang berubah-ubah… dan mungkin juga, selain sebagai bentuk dukungan kepadamu, apa yang dilakukan papa tadi itu sebagai tanda penyesalan dia karena sebelumnya telah membuatmu sebal… tak ada yang tau…

Yang harus kamu tahu, ambil pelajaran dari ini semua… semua ini bukan Cuma tentang perasaan dan gegsimu kepada teman-temanmu… ini tentang kepercayaanmu kepada papa-mama… percayailah mereka akan selalu membimbingmu ke jalan yang terbaik, walaupun dengan cara yang mungkin tidak kamu suka… tapi percayalah, ini semua pembelajaran…

Kamis, 10 Juni 2010

rafting bersama sampah

Hei apa kabar? How’s life? Definitely great… and confusing, yes? Haha.

Kali ini saya berfikir tentang alam lingkungan kita… wow.

Minggu lalu saya rafting bersama teman-teman di sungai Elo, Magelang. Sudah ada bayangan kan seperti apa rafting? Yup. Seperti itu. Bukan Cuma mengarungi jeram-jeram, tapi di rafting kali ini saya ( baca : kami ) ‘ditumpahkan’ dari perahu. Yup. Sengaja ditumpahkan. Saya benar-benar tidak ada bayangan sama sekali adegan seperti itu, karena pada rafting saya pertama kali dulu kami tidak sampai ‘nyemplung’ seluruh badan ke sungai. Dan well, bisa bayangkan sendiri.


 bukan ini bukan yang kemarin, ini yang dulu. yang kemaren belum dapet fotonya :)



Honestly, saya tidak bisa berenang… oke saya terselamatkan oleh pelampung… tapi tetap saja saya minum air… air sungai yang berwarna coklat itu. Ohh yaiiks… kalau sekarang saya harus bayangkan, sya tidak percaya, saya telah-dengan-tidak-sengaja meminum air itu… bagaimana rasanya? Mantap!


Apalagi sepanjang pengarungan sebelum ditumpahkan ke sungai, banyak pemandangan di sekitar sungai yang tertangkap mata telanjang kami : orang mandi, tempat MCK tepat ditepi sungai, dan of course sampah-sampah! Saya benar-benar tidak menyangka akhirnya saya berenang bersama-sama dengan itu semua di sungai.


Oke well, saya sangat menyayangkan hal itu. Kapan sungai-sungai di Indonesia akan bersih seperti sungai Rheine atau sungai Thames? Susah memang mengubah kebiasaan hidup… seperti sudah membudaya, orang-orang mandi di sungai, buang hajat, buang air, buang sampah… hhm…
Dan pada suatu kuliah yang mmebahas tentang itu semua, akirnya terjadi diskusi panjang dan diambil kesimpulan sementara, kunci utamanya adalah kesadaran pribadi.


Tapi bagaimana suatu kesadaran pribadi bisa mengubah semuanya? Iya kalau setiap orang memiliki kesadaran pribadi yang sama, kalo tidak? Kalo anda berfikir, membuang sampah itu tidak baik bagi anda dan bagi sesama… itu kesadaran pribadi anda. Tapi apa jadinya kalau saya malah berfikir : saya buang sampah disungai tidak apalah, toh hanya sedikit… lagian soalnya kalau ikut iuran kebersihan mahal.
Ya, jatuhnya emang kesenangan pribadi… tipe orang yang berbeda. Memikirkan orang lain dan memikirkan kesenangan dirinya sendiri… jadi memang sebenarnya yangharus ditekankan adalah kesadaran kolektif… kesadaran bersama… ditetapkan apa yang harusnya menjadi misi, dan dijalankan bersama. Kalau perlu, bikin peraturan yang mengikat… peraturan bersama, kesepakatan… bukan peraturan hokum, karena sama aja hokum tidak terlalu ‘masuk’ didalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat tradisional… coba kalo sangsi. Sangsinya, yang membuang sampah di sungai, didenda… sepertinya orang-orang lebih mematuhi kesepakatan bersama daripada hokum yang berbelit… yah sepertinya begitu…


Memang susah membangun kesadaran kolektif ini… terutama bagi masyarakat kita…. Harus seperti apa? Well. Itu yang saya masih pikirkan… dan sepertinya jauh dari jangkauan. Yang saya tahu adalah saya tidak mau maen arung jeram lagi…
Tidak, terima kasih.