Kali ini saya berfikir tentang alam lingkungan kita… wow.
Minggu lalu saya rafting bersama teman-teman di sungai Elo, Magelang. Sudah ada bayangan kan seperti apa rafting? Yup. Seperti itu. Bukan Cuma mengarungi jeram-jeram, tapi di rafting kali ini saya ( baca : kami ) ‘ditumpahkan’ dari perahu. Yup. Sengaja ditumpahkan. Saya benar-benar tidak ada bayangan sama sekali adegan seperti itu, karena pada rafting saya pertama kali dulu kami tidak sampai ‘nyemplung’ seluruh badan ke sungai. Dan well, bisa bayangkan sendiri.
bukan ini bukan yang kemarin, ini yang dulu. yang kemaren belum dapet fotonya :)
Honestly, saya tidak bisa berenang… oke saya terselamatkan oleh pelampung… tapi tetap saja saya minum air… air sungai yang berwarna coklat itu. Ohh yaiiks… kalau sekarang saya harus bayangkan, sya tidak percaya, saya telah-dengan-tidak-sengaja meminum air itu… bagaimana rasanya? Mantap!
Apalagi sepanjang pengarungan sebelum ditumpahkan ke sungai, banyak pemandangan di sekitar sungai yang tertangkap mata telanjang kami : orang mandi, tempat MCK tepat ditepi sungai, dan of course sampah-sampah! Saya benar-benar tidak menyangka akhirnya saya berenang bersama-sama dengan itu semua di sungai.
Oke well, saya sangat menyayangkan hal itu. Kapan sungai-sungai di Indonesia akan bersih seperti sungai Rheine atau sungai Thames? Susah memang mengubah kebiasaan hidup… seperti sudah membudaya, orang-orang mandi di sungai, buang hajat, buang air, buang sampah… hhm…
Dan pada suatu kuliah yang mmebahas tentang itu semua, akirnya terjadi diskusi panjang dan diambil kesimpulan sementara, kunci utamanya adalah kesadaran pribadi.
Tapi bagaimana suatu kesadaran pribadi bisa mengubah semuanya? Iya kalau setiap orang memiliki kesadaran pribadi yang sama, kalo tidak? Kalo anda berfikir, membuang sampah itu tidak baik bagi anda dan bagi sesama… itu kesadaran pribadi anda. Tapi apa jadinya kalau saya malah berfikir : saya buang sampah disungai tidak apalah, toh hanya sedikit… lagian soalnya kalau ikut iuran kebersihan mahal.
Ya, jatuhnya emang kesenangan pribadi… tipe orang yang berbeda. Memikirkan orang lain dan memikirkan kesenangan dirinya sendiri… jadi memang sebenarnya yangharus ditekankan adalah kesadaran kolektif… kesadaran bersama… ditetapkan apa yang harusnya menjadi misi, dan dijalankan bersama. Kalau perlu, bikin peraturan yang mengikat… peraturan bersama, kesepakatan… bukan peraturan hokum, karena sama aja hokum tidak terlalu ‘masuk’ didalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat tradisional… coba kalo sangsi. Sangsinya, yang membuang sampah di sungai, didenda… sepertinya orang-orang lebih mematuhi kesepakatan bersama daripada hokum yang berbelit… yah sepertinya begitu…
Memang susah membangun kesadaran kolektif ini… terutama bagi masyarakat kita…. Harus seperti apa? Well. Itu yang saya masih pikirkan… dan sepertinya jauh dari jangkauan. Yang saya tahu adalah saya tidak mau maen arung jeram lagi…
Tidak, terima kasih.
jadi lo sekarang sudah jadi anak mapala?
BalasHapus